Teori Politk Internasional
|
|
Thucydides merupakan seorang tokoh sejarahwan yang dikenal dengan sudut pandang rasionalnnya. Menurutnya sejarah harus mempunyai paparan logika dan konsep. Thucydides yang sebelumnya adalah seorang jendral yang kemudian di asingkan, terkenal dengan karyanya The peloponisian War yang menceritakan tentang berjalannya sebuah perang yang menurutnya merupakan perang terbesar yang pernah dialami umat manusia pada saat itu.
The Peloponiasian war sendiri merupakan perang yang melibatkan dua kubu besar, delian yang dipimpin oleh Athena, dan peloponisian yang dipimpin oleh Sparta. Berjalan selama 27 tahun perang ini melibatkan hampir seluruh Negara yang berada di wilayah yunani.
Salah satu bagian penting dari perang yang fluktuatif dan di warnai oleh banyak gencatan senjata serta berbagai perjanjian ini adalah pembicaraan melian yang melibatkan bangsa Sparta dan bangsa melos. Pembicaraan mielian terjadi pada tahun ke enambelas perang tersebut. Pembicaraan yang belibatkan dua jendral dari Athena dan seorang utusan yang mewakili bangsa Melos. Hal yang sangat menarik dari pembicaraan ini adalah kenyataan bahwa pembicaraan ini dilakukan pada saat sebelum bangsa Athena melakukan penyerangan ke Melos.
Pembicaraan ini mempunyai beberapa poin penting, yaitu
Negosiasi kedua pihak tentang diadakan atau tidaknya sebuah perang/invasi. Bangsa Athena menawarkan Melos untuk menyerah mengingat kekuatan Athena yang sangat besar dan tidak mungkin dikalahkan.
Penolakan bangsa Melos atas tawaran Athena untuk menyerah, dan mempercayai kekuatan dewa yang akan melolong mereka.
Statement bangsa Athena yang sangat terkesan realis, dan mencoba merasionalisasi alasan berperang mereka yang disari oleh kompetensi yang mereka miliki dan keharusan mereka untuk mengikuti system yang sudah ada.
Statement bangsa Melos yang terkesan tidak konsisten, yang pada awalnya mendasarkan pendiriannya pada Hak Asasi Manusia lalu beralih tentang keyakinan mereka atas perlindungan Dewa.
Dalam pembicaraan ini terlihat jelas sisi Realisme dari Athena, yang secara lebih luas dapat dipandang sebagai sisi realisme dari aksi yang diambil sebuah Negara. Bahwa sebuah Negara harus bertindak berdasarkan rasionalitas perhitungan kekuatan mereka. Apabila sebuah Negara memiliki kekuatan yang lebih besar dari lawannya maka sudah menjadi hak Negara tersebut untuk menggunakan kekuatan yang dimilikinya. Dan bagi pihak yang lemah, seharusnya menyadari posisi mereka dan memperhitungkan kerugian mereka apabila mereka kalah perang. Tawaran bangsa Athena kepada melos merupakan contoh terbaik, bagaimana sebuah Negara lemah seharusnya menerima takdirnya, yaitu menyerah dan tidak melawan, untuk menghindari kerugian yang lebih besar dari akibat kalah berperang. Serta bagaimana bangsa kuat menggunakan kekuatannya sebagai alat untuk melegitimasi kebijakannya, yaitu ubntuk berperang.
Hal lainnya yang menarik untuk diperhatikan adalah dalam pandangan realisme hanya terdapat dua posisi yang jelas, yaitu yang lebih kuat dan lebih lemah. Posisi ditengah-tengah tidak dapat ditolerir karena posisi tersebut menandakan inkonsistensi dan kemungkinan untuk melakukan defect dalam sebuah perjanjian oleh salah satu pihak menjadi terlalu besar. Hal ini dapat dilihat dalam pembicaraan melian dimana bangsa Athena menolak tawaran melos untuk menjadi netral. Kenetralan Melos dapat menjadi gangguan bagi posisi Athena, dimana Melos yang berada ditengah kedua belah pihak yang berperang dapat (Athena dan Sparta), dapat menjadi informan yang mengkhianati pihak yang pada masa mendatang tidak disukainya.
Dalam mebicaraan Melian, sebuah hal penting selalu terulang adalah konsepsi power. Seperti yang dikatakan sebelumnya, power yang dimiliki sebuah Negara merupakan sebuah alat utama untuk memenangkan suatu peperangan. Dalam penggunaaannya power tidak boleh disatukan dengan moralitas, karena hal tersebut akan mengganggu kinerja power tersebut. Alasan moral, hanyalah alas an kaum lemah untuk melegitimasi posisinya dan mengihindari kemungkinan untuk ditindas.
Menurut pandangan Thucydides yang tergambar dalam peloponesian war, khususnya dalam pembicaraan melian. Moral bukan merupakan sebuah pilihan yang dapat diambil. Karena apabila merujuk pada skeptisme moral versi Thucydides, dalam dunia politik tindakan yang diambil sebuah Negara merupakan kebutuhan untuk meraih national interestnya. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa dalam pembicaraan Melian Athena tidak terpengaruh oleh argument Melos yang membawa Isu HAM.
Dalam dunia Internasional masa kini, pandangan Realisme Thucydides masih dapat diaplikasikan. Walaupun ada perubahan tentang factor-factor yang menjadi pertimbangan suatu Negara dalam mengambil keputusan, terutama berperang, namun realisme dapat ditemukan disetiap keputusan berbagai Negara dalam penggunaan powernya. Terutama hard power.
Agresivitas AS pada kasus-kasus di timur tengah merupakan contoh nyata. Dimana AS sebagai Negara kuat, mencoba mempertahankan hagemoninya di kawasan tersebut dengan cara-cara militeris. Salah satu kasus yang mendapat perhatian dunia adalah perseteruan AS dengan Iran. AS yang kali ini menggunakan powernya dalam bentuk intimidasi politik, membuat Iran cukup kerepotan dalam membuktikan “kebersihan” proyek nuklirnya. AS telah berhasil membuat sebagian besar dunia menyetujui resolusi 1747 yang membatasi gerak Iran dalam mengembangkan energi baru tersebut.
The Peloponiasian war sendiri merupakan perang yang melibatkan dua kubu besar, delian yang dipimpin oleh Athena, dan peloponisian yang dipimpin oleh Sparta. Berjalan selama 27 tahun perang ini melibatkan hampir seluruh Negara yang berada di wilayah yunani.
Salah satu bagian penting dari perang yang fluktuatif dan di warnai oleh banyak gencatan senjata serta berbagai perjanjian ini adalah pembicaraan melian yang melibatkan bangsa Sparta dan bangsa melos. Pembicaraan mielian terjadi pada tahun ke enambelas perang tersebut. Pembicaraan yang belibatkan dua jendral dari Athena dan seorang utusan yang mewakili bangsa Melos. Hal yang sangat menarik dari pembicaraan ini adalah kenyataan bahwa pembicaraan ini dilakukan pada saat sebelum bangsa Athena melakukan penyerangan ke Melos.
Pembicaraan ini mempunyai beberapa poin penting, yaitu
Negosiasi kedua pihak tentang diadakan atau tidaknya sebuah perang/invasi. Bangsa Athena menawarkan Melos untuk menyerah mengingat kekuatan Athena yang sangat besar dan tidak mungkin dikalahkan.
Penolakan bangsa Melos atas tawaran Athena untuk menyerah, dan mempercayai kekuatan dewa yang akan melolong mereka.
Statement bangsa Athena yang sangat terkesan realis, dan mencoba merasionalisasi alasan berperang mereka yang disari oleh kompetensi yang mereka miliki dan keharusan mereka untuk mengikuti system yang sudah ada.
Statement bangsa Melos yang terkesan tidak konsisten, yang pada awalnya mendasarkan pendiriannya pada Hak Asasi Manusia lalu beralih tentang keyakinan mereka atas perlindungan Dewa.
Dalam pembicaraan ini terlihat jelas sisi Realisme dari Athena, yang secara lebih luas dapat dipandang sebagai sisi realisme dari aksi yang diambil sebuah Negara. Bahwa sebuah Negara harus bertindak berdasarkan rasionalitas perhitungan kekuatan mereka. Apabila sebuah Negara memiliki kekuatan yang lebih besar dari lawannya maka sudah menjadi hak Negara tersebut untuk menggunakan kekuatan yang dimilikinya. Dan bagi pihak yang lemah, seharusnya menyadari posisi mereka dan memperhitungkan kerugian mereka apabila mereka kalah perang. Tawaran bangsa Athena kepada melos merupakan contoh terbaik, bagaimana sebuah Negara lemah seharusnya menerima takdirnya, yaitu menyerah dan tidak melawan, untuk menghindari kerugian yang lebih besar dari akibat kalah berperang. Serta bagaimana bangsa kuat menggunakan kekuatannya sebagai alat untuk melegitimasi kebijakannya, yaitu ubntuk berperang.
Hal lainnya yang menarik untuk diperhatikan adalah dalam pandangan realisme hanya terdapat dua posisi yang jelas, yaitu yang lebih kuat dan lebih lemah. Posisi ditengah-tengah tidak dapat ditolerir karena posisi tersebut menandakan inkonsistensi dan kemungkinan untuk melakukan defect dalam sebuah perjanjian oleh salah satu pihak menjadi terlalu besar. Hal ini dapat dilihat dalam pembicaraan melian dimana bangsa Athena menolak tawaran melos untuk menjadi netral. Kenetralan Melos dapat menjadi gangguan bagi posisi Athena, dimana Melos yang berada ditengah kedua belah pihak yang berperang dapat (Athena dan Sparta), dapat menjadi informan yang mengkhianati pihak yang pada masa mendatang tidak disukainya.
Dalam mebicaraan Melian, sebuah hal penting selalu terulang adalah konsepsi power. Seperti yang dikatakan sebelumnya, power yang dimiliki sebuah Negara merupakan sebuah alat utama untuk memenangkan suatu peperangan. Dalam penggunaaannya power tidak boleh disatukan dengan moralitas, karena hal tersebut akan mengganggu kinerja power tersebut. Alasan moral, hanyalah alas an kaum lemah untuk melegitimasi posisinya dan mengihindari kemungkinan untuk ditindas.
Menurut pandangan Thucydides yang tergambar dalam peloponesian war, khususnya dalam pembicaraan melian. Moral bukan merupakan sebuah pilihan yang dapat diambil. Karena apabila merujuk pada skeptisme moral versi Thucydides, dalam dunia politik tindakan yang diambil sebuah Negara merupakan kebutuhan untuk meraih national interestnya. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa dalam pembicaraan Melian Athena tidak terpengaruh oleh argument Melos yang membawa Isu HAM.
Dalam dunia Internasional masa kini, pandangan Realisme Thucydides masih dapat diaplikasikan. Walaupun ada perubahan tentang factor-factor yang menjadi pertimbangan suatu Negara dalam mengambil keputusan, terutama berperang, namun realisme dapat ditemukan disetiap keputusan berbagai Negara dalam penggunaan powernya. Terutama hard power.
Agresivitas AS pada kasus-kasus di timur tengah merupakan contoh nyata. Dimana AS sebagai Negara kuat, mencoba mempertahankan hagemoninya di kawasan tersebut dengan cara-cara militeris. Salah satu kasus yang mendapat perhatian dunia adalah perseteruan AS dengan Iran. AS yang kali ini menggunakan powernya dalam bentuk intimidasi politik, membuat Iran cukup kerepotan dalam membuktikan “kebersihan” proyek nuklirnya. AS telah berhasil membuat sebagian besar dunia menyetujui resolusi 1747 yang membatasi gerak Iran dalam mengembangkan energi baru tersebut.
Category: Politik